Tarian
Ada berbagai jenis tarian yang merupakan aset budaya Provinsi Lampung.
Salah satu jenis tarian yang terkenal adalah Tari Sembah dan Tari Melinting (saat ini nama Tari Sembah sudah
dibakukan menjadi Sigeh Pengunten).
Ritual tari sembah biasanya diadakan oleh masyarakat lampung untuk menyambut
dan memberikan penghormatan kepada para tamu atau undangan yang datang, mungkin
bolehlah dikatakan sebagai sebuah tarian penyambutan. Selain sebagai ritual
penyambutan, tari sembah pun kerap kali dilaksanakan dalam upacara adat
pernikahan masyarakan Lampung.
Busana Adat
Daerah Lampung dikenal sebagai penghasil kain tapis, kain tenun
bersulam benang emas yang indah. Kain ini dibuat oleh wanita. Pada
penyelenggaraan upacara adat, seperti perkawinan, tapis yang dipenuhi sulaman
benang emas dengan motif yang indah merupakan kelengkapan busana adat daerah
Lampung.
Dalam keseharian laki-laki Lampung mengikat kepalanya dengan kikat.
Bahannya dari kain batik. Bila dipakai dalam kerapatan adat dipadukan dengan
baju teluk belanga dan kain. Lelaki muda Lampung lebih menyukai memakai
kepiah/ketupung, yaitu tutup kepala berbentuk segi empat berwarna hitam terbuat
dari kain tebal, apalagi kalau ingin bertemu dengan gadis. Untuk mengiring
pengantin dikenakan kekat akkin, yaitu destar dengan bagian tepi dihias
bunga-bunga dari benang emas dan bagian tengah berhiaskan siger, serta di salah
satu sudutnya terdapat sulaman benang emas berupa bunga tanjung dan bunga
cengkeh.
Sebagai penutup badan dikenakan kawai, yaitu baju berbentuk teluk
belanga belah buluh atau jas. Baju ini terbuat dari bahan kain tetoron atau
belacu dan lebih disukai yang berwarna terang. Tetapi sekarang banyak digunakan
kawai kemija, yaitu bentuk kemeja seperti pakaian sekolah atau moderen.
Pemakaian kawai kemija ini sudah biasa untuk menyertai kain dan peci, ketika
menghadiri upacara adat sekalipun.
Bagian bawah mengenakan senjang, yaitu kain yang dibuat dari kain
Samarinda. Bugis atau batik Jawa. Tetapi sekarang telah dikenal adanya celanou
(celana) pendek dan panjang sebagai penganti kain.
Kaum wanita Lampung sehari-hari memakai kanduk/kakambut atau kudung
sebagai penutup kepala yang dililitkan. Bahannya dari kain halus tipis atau
sutera. Selain itu, kaum ibu kadangkadang menggunakannya sebagai kain
pengendong anak kecil.
Lawai kurung digunakan sebagai penutup badan, memiliki bentuk seperti
baju kurung. Baju ini terbuat dari bahan tipis atau sutra dan pada tepi muka
serta lengan biasa dihiasi rajutan renda halus. Sebagai kain dikenakan senjang
atau cawol. Untuk mempererat ikatan kain (senjang) dan celana di pinggang
laki-laki digunakan bebet (ikat pinggang), sedangkan wanitanya menggunakan
setagen. Perlengkapan lain yang dikenakan oleh laki-laki Lampung adalah
selikap, yaitu kain selendang yang dipakai untuk penahan panas atau dingin yang
dililitkan di leher. Pada waktu mandi di sungai, kain ini dipakai sebagai kain
basahan. Selikap yang terbuat dari kain yang mahal dipakai saat menghadiri
upacara adat dan untuk melakukan ibadah ke masjid.
Untuk menghadiri upacara adat, seperti perkawinan kaum wanita, baik
yang gadis maupun yang sudah kawin, menyanggul rambutnya (belatung buwok). Cara
menyanggul seperti ini memerlukan rambut tambahan untuk melilit rambut ash
dengan bantuan rajutan benang hitam halus. Kemudian rajutan tadi ditusuk dengan
bunga kawat yang dapat bergerak-gerak (kembang goyang).
Khusus bagi wanita yang baru menikah, pada saat menghadiri upacara
perkawinan mengenakan kawai/kebayou (kebaya) beludru warna hitam dengan hiasan
rekatan atau sulaman benang emas pada ujung-ujung kebaya dan bagian punggungnya.
Dikenakan senjang/ cawol yang penuhi hiasan terbuat dari bahan tenun bertatah
sulam benang emas, yang dikenal sebagai kain tapis atau kain Lampung. Sulaman
benang emas ada yang dibuat berselang-seling, tetapi ada yang disulam hampir di
seluruh kain.
Para ibu muda dan pengantin baru dalam menghadiri upacara adat
mengenakan kain tapis bermotif dasar bergaris dari bahan katun bersulam benang
emas dan kepingan kaca. Di bahunya tersampir tuguk jung sarat, yaitu selendang
sutra bersulam benang emas dengan motif tumpal dan bunga tanjung. Selain itu,
juga dapat dikenakan selekap balak, yaitu selendang sutra disulam dengan emas
dengan motif pucuk rebung, di tengahnya bermotifkan siger yang di kelilingi
bunga tanjung, bunga cengkeh dan hiasan berupa ayam jantan.
Untuk memperindah dirinya dipergunakan berbagai asesoris terbuat dari
emas. Selambok/rattai galah, yaitu kalung leher (monte) berangkai kecil-kecil
dilengkapi dengan leontin dari batu permata yang ikat dengan emas. Kelai
pungew, yaitu gelang yang dipakai di lengan kanan atau kiri, biasanya memiliki
bentuk seperti badan ular (kalai ulai). Pada jari tengah atau manis diberi
cincin (alali) dari emas, perak atau suasa diberi mata dari permata. Dikenakan
pula kalai kukut, yaitu gelang kaki yang biasanya berbentuk badan ular
melingkar serta dapat dirangkaikan. Kalai kukut ini dipakai sebagai
perlengkapan pakaian masyarakat yang hidup di desa, kecuali saat pergi ke
ladang.
Pakaian mewah dipenuhi dengan warna kuning keemasan dapat dijumpai
pada busana yang dikenakan pengantin daerah Lampung. Mulai dari kepala sampai
ke kaki terlihat warna kuning emas.
Di kepala mempelai wanita bertengger siger, yaitu mahkota berbentuk
seperti tanduk dari lempengan kuningan yang ditatah hias bertitik-titik
rangkaian bunga. Siger ini berlekuk ruji tajam berjumlah sembilan lekukan di
depan dan di belakang (siger tarub), yang setiap lekukannya diberi hiasan bunga
cemara dari kuningan (beringin tumbuh). Puncak siger diberi hiasan serenja
bulan, yaitu kembang hias berupa mahkota berjumlah satu sampai tiga buah.
Mahkota kecil ini mempunyai lengkungan di bagian bawah dan beruji tajam-tajam
pada bagian atas serta berhiaskan bunga. Pada umumnya terbuat dari bahan
kuningan yang ditatah.
Badan mempelai dibungkus dengan sesapur, yaitu baju kurung bewarna
putih atau baju yang tidak berangkai pada sisinya dan di tepi bagian bawah
berhias uang perak yang digantungkan berangkai (rambai ringgit). Sebagai
kainnya dikenakan kain tapis dewo sanow (kain tapis dewasana) dipakai oleh
wanita pada waktu upacara besar (begawi) dari bahan katun bersulam emas dengan
motif tumpal atau pucuk rebung. Kain ini dibuat beralaskan benang emas, hingga
tidak nampak kain dasarnya. Bila kain dasarnya masih nampak disebut jung sarat.
Jenis tapis dewasana merupakan hasil tenunan sendiri, yang sekarang sangat
jarang dibuat lagi.
Pinggang mempelai wanita dilingkari bulu serti, yaitu ikat pinggang
yang terbuat dari kain beludru berlapis kain merah. Bagian atas ikat pinggang
ini dijaitkan kuningan yang digunting berbentuk bulat dan bertahtakan hiasan
berupa bulatan kecil-kecil. Di bawah bulu serti dikenakan pending, yaitu ikat
pinggang dari uang ringgitan Belanda dengan gambar ratu Wihelmina di bagian
atas.
Pada bagian dada tergantung mulan temanggal, yaitu hiasan dari
kuningan berbentuk seperti tanduk tanpa motif, hanya bertatah dasar. Kemudian
dinar, yaitu uang Arab dari emas diberi peniti digantungkan pada sesapur,
tepatnya di bagian atas perut. Dikenakan pula buah jukum, yaitu hiasan
berbentuk buah-buah kecil di atas kain yang dirangkai menjadi untaian bunga
dengan benang dijadikan kalung panjang. Biasanya kalung ini dipakai melingkar
mulai dari bahu ke bagian perut sampai ke belakang.
Gelang burung, yaitu hiasan dari kuningan berbentuk burung bersayap
yang diikatkan pada lengan kiri dan kanan, tepatnya di bawah bahu. Di atasnya
direkatkan bebe, yaitu sulaman kain halus yang berlubang-lubang. Sementara
gelang kana, terbuat dari kuningan berukir dan gelang Arab, yang memiliki
bentuk sedikit berbeda, dikenakan bersama-sama di lengan atas dan bawah.
Mempelai laki-laki mengenakan kopiyah mas sebagai mahkota. Bentuknya
bulat ke atas dengan ujung beruji tajam. Bahannya dari kuningan bertahtakan
hiasan karangan bunga. Badannya ditutup dengan sesapur warna putih berlengan
panjang. Dipakai celanou (celana) panjang dengan warna sama dengan warna baju.
Pada pinggang dibalutkan tapis bersulam benang emas penuh diikat
dengan pending. Bagian dada dilibatkan membentuk silang limar, yaitu selendang
dari sutra disulam benang emas penuh. Lengan dihias dengan gelang burung dan
gelang kana. Perlengkapan lain yang menghiasi badan sama seperti yang dikenakan
oleh mempelai wanita. Kaki kedua mempelai dibungkus dengan selop beludru warna
hitam.
Rumah Adat
Rumah tradisional adat Lampung, atau yang sering disebut Nuwo Sesat,
memiliki ciri khas seperti: berbentuk panggung, atap terbuat dari anyaman
ilalang, terbuat dari kayu dikarenakan untuk menghindari serangan hewan dan
lebih kokoh bila terjadi gempa bumi, karena masyarakat lampung telah mengenal gempa
dari zaman dahulu dan lampung terletak di pertemuan lempeng Asia dan Australia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar